عن أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ فَيَعْمَلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَوْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالُوا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيَأْمُرُ بِالْخَيْرِ أَوْ قَالَ بِالْمَعْرُوفِ قَالَ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ فَيُمْسِكُ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهُ لَهُ صَدَقَة
Dari Abu Musa Nabi SAW bersabda, ”Wajib bagi setiap Muslim untuk bersedekah.” Para sahabat bertanya: “Wahai Nabi Allah, bagaimana jika ia tidak mendapatkan sesuatu untuk bersedekah?” Beliau menjawab, “Maka ia beramal dengan tangannya, sehingga bermanfaat untuk dirinya dan bersedekah”. Mereka bertanya: “Bagaimana jika ia tidak mampu melakukannya?” Beliau bersabda: “Maka ia menolong orang yang sangat memerlukan bantuan. Mereka bertanya: “Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya?” Beliau bersabda, “Maka ia mengajak untuk melakukan kebaikan atau berbicara dengan baik”. Mereka bertanya lagi, “Bagaimana jika ia tidak bisa melakukannya?” Beliau bersabda, “Maka ia menahan diri dari kejahatan, dan hal itu merupakan sedekah baginya.” (HR Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).
KRAPYAK.org – Dapat disimpulkan dari hadits di atas, bahwa sedekah itu tidak hanya dapat berupa harta, melainkan juga berupa tenaga, seperti memberi bantuan kepada orang yang memiliki hajat untuk bersedekah. Hal tersebut juga termasuk dalam bersedekah.
Saat pengajian berlangsung, KH Nilzam Yahya menceritakan saat beliau berkunjung ke Sukorejo untuk menemui kiai As’ad Syamsul. Seorang kiai yang bisa dikatakan cukup sugih (kaya). Yang mana memiliki berpetak-petak dan berhektar-hektar sawah yang panjang, kaya akan padinya. Ketika musim panen tiba, padi tersebut diolah dan dijadikan makanan pokok para santri di sana yang jumlahnya sekitar sebelas ribu santri, dan itu semua gratis.
Sugih (kaya), namun sederhana. Konsep itulah yang dicontohkan kiai As’ad. Karena, apa yang ada di tangan kita atau sesuatu yang kita miliki saat ini pasti akan kembali kepada Sang Pemilik, Allah SWT. Dan ketika masa itu datang, segala sesuatu yang telah diberikan kepada kita, kelak akan dipertanggungjawabkan.
Membahas sosok kiai, yang terimplementasikan dalam benak kita ialah seorang yang alim dan berilmu. Sebagai seorang yang berilmu, juga harus menampakkan ilmunya dalam menjaga muru’ah untuk memperlihatkan kewibawaannya.
Maka dari itu seorang kiai harus gagah, misal dengan memiliki perangai yang bagus, rumah yang bagus dan sebagainya. Semata-mata bukan karena untuk sombong, tetapi untuk menjaga muru’ahnya untuk memperlihatkan wibawanya. Menjadi seorang santri juga harus demikian, seperti yang dikatakan kiai Nilzam, “santri niku kudu gagah”, seperti ketika mengaji dengan pakaian yang rapi, bersih, bagus, tempatnya bersih dan nyaman. Hal tersebut bukan semata hanya untuk kenyamanan, namun juga sebagai bentuk rasa syukur dan menunjukkan kewibawaan dalam menuntut ilmu.
Dinukil dari pengajian Ramadhan KH Nilzam Yahya | Kitab Risalah fii al-Amr bil Maruf | 26 Maret 2023
Pewarta: Nasywa Hanni [XI Agama B] | Editor: Adam Nursyifa | Foto: Galih Aditama