Lupa dan salah adalah dua fitrah manusia. Fitrah berarti sesuatu yang memang sudah digariskan dan tidak bisa digugat lagi akan kebenaran keadaan tersebut. Masing-masing orang memiliki daya ingat yang berbeda-beda. Namun, sangat jarang ditemukan orang yang benar-benar lupa akan suatu hal, pasti ada bekas ingatan yang tersisa.
Hal ini juga berlaku bagi penghafal Al-Quran. Lupa merupakan suatu hal yang wajar. Dan Allah menjadikan lupa sebagai hikmah agar selalu menjaga hafalan yang dimiliki. Karena menjadi penghafal Al-Quran adalah kontrak seumur hidup dan tidak boleh terputus.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim menerangkan tentang gambaran menjaga hafalan.
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أن الرسول صلى الله عليه وسلم قال: إنما مثل صاحب القرآن كمثل الإِبِلِ المُعَقّلَة، إن عاهد عليها أَمسكها وإِنْ أَطلقها ذَهَبَت.
Penghafal Al-Quran digambarkan sebagai penggembala unta. Unta adalah hewan yang apabila terlepas dari ikatan, ia akan langsung pergi dan sulit dikejar kecuali ia sudah kelelahan.
Maka, sangatlah penting bagi seorang penghafal Al-Quran menjaga dan selalu mengulang-ulang bacaannya agar tetap terjaga dan tidak ‘lari’ dari ingatan. Berapapun hafalan yang didapat, wajib dijaga. Entah itu satu ayat, satu surah, satu juz, semuanya wajib dijaga. Apalagi yang sudah mengkhatamkan tiga puluh juz Al-Quran. Apabila seorang penghafal Al-Quran mampu menambatkan hatinya pada hafalannya dan mampu menjaganya sepanjang hayat, semakin berpeluang besar ia untuk mendapatkan kemuliaan yang sudah dijanjikan oleh Allah SWT.
Dinukil dari pengajian Ramadhan KH Abdul Jalil | Kitab Warattilil Qur’aana Tartila | 1 April 2023
Pewarta: Fiki Zahwa | Editor: Adam Nursyifa | Foto: Galih Aditama