(Ngaji Qashidah Burdah) Bait 4 – 8

Sebagaimana kita ketahui, tiga bait pertama yang telah diterangkan pada pertemuan sebelumnya menunjukkan sikap penyair mengapa beliau sedih. Padahal beliau hanya melihat tetangganya, merasakan angin, atau melihat kilat. Kemudian bait selanjutnya mengutarakan bathinannya.

أَيَحَسَبُ الصَّبُّ أَنَّ الْحُبَّ مُنْكَتـــِمٌ ۞ مَا بَيْنَ مُنْسَجِمٍ مِنْهُ وَمضْطَــــرِمِ
“Adakah orang yang merindu dapat mengira bahwa kerinduan yang ia pendam akan tetap tersimpan rapi diantara derai air mata dan hati yang terpanggang asmara?”

Kata الصب disini berasal dari fiil صب — يصب (menuangkan). Atau dapat dikatakan orang yang merindu dapat diumpamakan dengan kata kerja “menuangkan” air mata, sebab begitu seringnya penyair menahan air mata.
Cinta itu tak selamanya menyenangkan. Terkadang, cinta itu dibarengi dengan kesedihan. Lihatlah dua orang yang saling mencintai, ketika mereka berpisah pasti tumbuh rasa rindu, dan apabila mereka tak bisa bertemu, kemungkinan yang akan mereka lakukan adalah menangis sebab menahan kerinduan. Demikian juga saat mereka bersama, pasti pernah merasa sedih karena khawatir akan berpisah. Akan tetapi, dalam syair ini penyair menyangka bahwa dirinya bisa merahasiakan kerinduan yang sedang dipendamnya. Maka datanglah syair selanjutnya yang menunjukkan seakan-akan ada orang lain yang mengintrogasi orang yang merindu tetapi berusaha menutupi perasaannya tersebut;

لَوْلَا الْهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَي طَـلَلٍ ۞ وَلاَ أرَقْتَ لِذِكْرِ الْبَانِ وَالْعَلـَـــمِ
“Kalau bukan karena rindu, Anda tidak mungkin menangis hanya karena melihat reruntuhan(rumah) dan Anda tak mungkin tidak bisa tidur jika tidak gara-gara merindukan orang yang dicintai.”

Lah kok hanya karena melihat reruntuhan rumah seseorang bisa menangis?. Berarti ada sesuatu di dalamnya. Contoh yang mungkin terjadi dalam kehidupan adalah ketika A akan menikah dengan B. Dan ketika semua sudah dipersiapkan termasuk kaos kaki, B membatalkan pernikahan tersebut. Sedangkan A tidak ingin kejadian ini terjadi. Akhirnya, di hari-hari berikutnya si A selalu meneteskan air mata ketika melihat kaos kaki yang telah dipersiapkan untuk pesta pernikahan (Permisalan kecil).
Barangkali , personifikasi sepasang kekasih adalah seperti Pohon Ban(dalam segi baunya yang wangi) dan Bukit Alam (dalam segi keindahannya).

فَكَيْفَ تُنْكِرُ حُباًّ بَعْدَ مَا شَــهِدَتْ ۞ بِهِ عَلَيْكَ عُدُوْلُ الدَّمْعِ وَالسَّـــقَمِ
“Bagaimana mungkin Anda tidak mengaku kalau Anda mencintainya, sedangkan Anda menangis dan menderita sebab rindu dengannya. (Bukankah aneh?) “

Bait tersebut dalam istilah balaghah disebut juga dengan susunan ابتعاد dan lafadz الحب disini bukan berarti cinta tetapi rindu. Bait ini memberikan gambaran seakan-akan orang yang merindu itu dihadapkan kepada hakim. Akan tetapi ia tak mampu menutupi kerinduannya lagi karena ada dua saksi yang adil yaitu air mata dan penderitaan yang ia alami. Kedua saksi itu memberatkan orang yang merindu karea ia tak mengaku kalau dirinya rindu.

وَأَثْبَتَ الْوَجْدُ خَطَّيْ عَبْرَةٍ وَّضَــنىً ۞ مِثْلَ الْبَهَارِمِ عَلَى خَدَّيْكَ وَالْعَنَــــمِ
“Kesedihan meninggalkan garis di kedua pipimu menandakan bekas tangis dan laramu. Laksana warna kuning Bunga Bahar dan warna merah dari dahan pohon an’am.”

Bunga bahar dan pohon an’am yang diambil ibaratnya adalah dari segi warna, bukan yang lain. Maksud dari bait ini adalah saking seringnya menangis, hingga kedua pipi orang yang merindu terdapat garis seperti aliran sungai. Dan karena saking sedihnya, sampai air matanya berwarna seperti bunga bahar yang kekuningan dan dahan pohon an’am yang kemerahan.

نَعَمْ سَرَى طَيْفُ مَنْ أَهْوَى فَأَرّقَنِي ۞ وَالْحُبّ يَعْتَرِضُ اللّذّاتَ بِالَلَــــــمِ
“Kerinduan itu menghalangi kenikmatan-kenikmatan dengan (datangnya) derita (yang berkepanjangan). Sama seperti halnya cinta. Gara-gara cinta, kita sering melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi diri kita”

Bait ini merupakan pengakuan penyair setelah diintrogasi perihal kerinduan yang ia tutupi. “Ya. Malam-malam saya terlintas bayangan kekasih saya hingga saya tidak bisa tidur.” Maka dari itulah kita mengetahui bahwa dunia kita ini disebut dunia yang tidak ideal, karena kehidupan yang ideal hanyalah kehidupan di akhirat nanti.

Dari bait di atas kita melihat lafaz الدات yang berbentuk jamak muannats salim(bermakna banyak) dan lafaz الاءلم yang bentuknya mufrod (bermakna tunggal). Disitu kita memahami bagaimana kenikmatan-kenikmatan yang banyak dapat terhalang oleh sesuatu yang tunggal atau satu yaitu cinta. Hanya karena cinta, kita rela begadang untuk memikirkannya. Hanya karena cinta, kita rela tak makan agar orang yang kita cintai merasa kenyang. Inilah yang disebut dengan pengorbanan cinta.
(Qnt)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *