Kerja Sama Berbekal Amar Ma’ruf dan Orang-Orang Pilihan

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَاب

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya(al-Maidah : 2).

KRAPYAK.org – Allah memerintahkan kerjasama untuk kebaikan dan ketakwaan kepada kita semua. Seperti adanya organisasi NU (Nahdlhatul Ulama). NU muncul dengan konsep تعاون على البرّ والتّقوى. Sebelum NU lahir pada tanggal 29 Januari 1926, NU merupakan Komite Hijaz. Pada masanya, ketika Raja Saudi ingin menghancurkan makam para nabi di tanah Saudi, yang dianggapnya makam-makam itu sebagai pangkal kemusyrikan. Mendengar kabar tersebut, KH Hasyim Asyari mengutus KH Wahab Chasbullah pergi ke Saudi untuk belajar di sana. Sampai tiba pada waktunya, KH Wahab mengumpulkan orang-orang di sana untuk mendengarkan diplomasinya agar tidak menghancurkan makam-makam tersebut. Diplomasi yang sangat luar biasa dari KH Wahab ini, sehingga mampu membuat keputusan seorang Raja yang tidak terbantahkan dapat mencabut perintahnya untuk menghancurkan makam.

Seandainya NU itu tidak ada, mungkin umat Islam saat ini tidak akan bisa berziarah dan melihat secara langsung keadaan makam para nabi di sana. Dan karena adanya baitullah di Saudi, pahala yang didapatkan dari beribadah di sana menjadi berlipat-lipat. Seperti itulah konsep تعاون على البرّ والتّقوى yang tertanam pada pendahulu kita.

Ketika ada seorang guru yang tidak ingin tahu dengan anak didiknya, hanya karena tidak nurut, itu merupakan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Semua orang pada hakikatnya adalah sama, hanya hati dan ketakwaan yang membedakan. Sesama manusia jangan sampai ada kata tidak suka, tidak boleh pilih kasih. Kalau ada sesuatu yang tidak benar, maka boleh dimarahi, namun jangan sampai dibenci. Begitu juga dengan yang dilakukan Allah terhadap hambaNya.

Dicontohkan pula pada peristiwa ketika sayyidina Hamzah, paman Nabi yang dibunuh oleh salah satu budak dari Hindun binti Uthbah dalam Perang Uhud. Nabi sangat terguncang ketika pamannya dibelah dadanya oleh Wahsyi, budak dari Hindun. Dimana dia diperintah oleh Hindun untuk membunuh Hamzah, dikarenakan sudah membunuh ayah dan sanak saudaranya saat Perang Badar. Hindun yang tidak terima atas kejadian itu, lantas membalaskan dendamnya dengan memerintahkan Wahsyi untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib dan setelah terbunuh, ia (Hindun) memakan hatinya. Setiap bertemu dengan Hindun, Nabi berusaha memalingkan wajahnya karena beliau takut akan menjadi sebuah amarah ketika melihat wajahnya. Begitulah cara Nabi menahan amarahnya pada orang yang sudah menyakiti hatinya.

Dinukil dari pengajian Ramadhan KH Nilzam Yahya | Kitab Risalah fii Amri bil Ma’ruf | 27 Maret 2023

Pewarta: Attaya Grandiv [XI IPA B] | Editor: Adam | Foto Mustarih Amar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *