Pemimpin yang Terpilih dengan Penerapan Konsep Amar Ma’ruf

KRAPYAK.org – Berbicara tentang pemimpin, bukan berarti seseorang bisa sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya untuk memerintah siapa saja dan kapan saja. Yang seperti itu justru tidak diperbolehkan. “Menyuruh” juga tidak selalu menggunakan lisan, tapi bisa juga dengan perilaku. Contohnya, ketika kita ingin melihat para sahabat nabi, sudah tidak bisa dilakukan, namun kita bisa melihat dari sisi perilakunya yang saat ini bisa dilihat dari para pewaris nabi, yaitu para ulama.

Seperti pada sebuah hadits :

عن درة بنت أبي لهب قالت : قام رجلٌ إلى النَّبِيِّ صلى اللّه عليه وسلّم وهوعلى المنيرِ، فقالَ : يارسولَ اللّه، أيُّ النَّاسِ خيرٌ؟ فقالَ صلى اللّه عليه و سلّم : خيرُ النَّاس أقرؤهم وأتقاهُم للّه، و آمرُهُم بالمعروفِ، و أنهاهُم عن المنكرِ، وأوصلُهُم للرّحم (رواه الشيخ أحمد شاكر في عمدة التفسير)

Setiap orang wajar jika pernah melakukan kesalahan. Namun, jika yang melakukan kesalahan adalah seorang ulama, sekecil apapun kesalahannya, pasti datang hinaan yang lebih keras dari pada orang biasa yang melakukan kesalahan. Berlaku juga terhadap polisi, hakim, abdi negara, jika melakukan pelanggaran, hukumannya akan lebih berat.

Sebaik-baiknya manusia, yaitu yang memerintahkan dengan ma’ruf. Adakalanya ketika kita berbicara dengan anak-anak, orang tua, guru/kiai, dengan demikian harus disesuaikan cara penyampaiannya. Seseorang juga diminta Allah untuk sebatas mengajak, entah orang lain mau menurut atau tidak itu urusan masing-masing, yang terpenting kewajiban untuk mengingatkan sudah gugur, pun kalau orang lain tidak mau taat, maka itu urusannya dengan Allah. Karena yang Allah lihat adalah proses, bukan hasil. Kalau ada orang tua menyuruh (dengan marah) anak-anaknya itu bukan karena benci, tapi karena sayang.

Nek dadi kiai, utawa nyai, nyeneni ki rapopo. Ning mboten kerana sengit, tapi mergo cinta. (jika menjadi seorang Kiai atau Nyai, memarahi itu tidak apa-apa, asalkan tidak karena benci, tapi atas dasar cinta)

Seorang pemimpin yang baik, hatinya selalu diliputi rasa cinta bagi setiap orang, dan siapapun yang bersama dengannya akan menjadikan seorang pemimpin itu sebagai tempat berlabuh.

Ada sebuah syiir :

‏الدار ليست بالبناء جميلةٌ

إن الديار جميلةٌ بذويها

قد يعشقُ الإنسانُ أسوأ بقعة

ويزورها من أجل من هم فيها

“Banyak rumah yang disebut bagus bukan karena bangunannya, tapi karena penghuninya. Terkadang ada orang yang merindukan tempat yang buruk, dimana dia mendatangi rumah itu karena ada orang di dalamnya (yang berperan dalam hidup).”

Seperti ketika kita menyukai seseorang, segala hal yang melingkupi orang tersebut, kita juga akan menyukainya.

Cinta adalah sebuah anugrah dari Allah, namun kesulitan manusia adalah mengendalikan cinta. Hamba yang baik akan pandai dalam mengendalikan cintanya kepada sesama makhluk (yang bukan mahrom). Level tertinggi seseorang dalam mencintai ialah ketika dia tidak berlebihan dan tidak menampakkan pada siapapun.

Sebuah cinta yang datang dari orang-orang pilihan kelak melahirkan generasi-generasi yang sholih. Menjadi anak yang sholih, orang tua akan “ditempeli” pahala dari kesholihan anak tersebut, walaupun anak tersebut tidak mendoakan orang tuanya. Sudah merupakan jariyah tanpa perlu niat. Seperti yang dikatakan kiai Nilzam, “kabeh amal sholeh kang dilakoni anak, niku wong tuo ketempelan ganjaran, senajan anak kui ora ndungo kanggo wong tuwane.

Kembali pada bahasan awal, kewajiban dakwah (memerintah/mengajak) adalah lebih utama disampaikan kepada kerabat dekat, baru kemudian kerabat jauh. Dan seperti dalam sebuah hadits yang isinya:

Suatu waktu, Nabi sedang berdiri di mimbar, kemudian tiba-tiba ada laki-laki yang berdiri pada majelis itu, dan bertanya “Nabi, orang yang paling baik itu siapa?”

Nabi menjawab, “sebaik-baik manusia itu yang paling fasih bacaannya, paling bertaqwa kepada Allah, amar ma’ruf nahi munkar, dan orang yang menyambung tali silaturahmi.

Dan sebaik-baik dakwah itu, dari keluarga dekat dari pada keluarga jauh.

Dinukil dari pengajian Ramadhan KH Nilzam Yahya | Kitab Risalah fii Amri bil Ma’ruf |26 Maret 2023

Pewarta: Attaya Grandiv [XI IPA B] | Editor: Adam Nursyifa | Foto: Mustarih Amar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *