KRAPYAK.org – Persoalan terkait kebolehan menghadiahkan pahala shadaqah kepada orang yang sudah meninggal, kerap menuai perbedaan pendapat di tengah masyarakat Islam. Silang pendapat ini muncul disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah karena masih adanya keraguan, apakah pahala shadaqah yang diniatkan akan sampai kepada mayit. KH Ali Maksum dalam kitab Hujjah Ahlussunah Wal Jama’ah, menyebutkan bahwa persoalan tersebut sebenarnya masih menyangkut furu’ khilafiyah, yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan oleh sesama umat Islam, karena mendorong timbulnya konflik dan pertikaian.
Praktik amaliyah menghadiahkan pahala shadaqah untuk mayit telah membudaya di kehidupan masyarakat Indonesia, terlebih bagi masyarakat nahdliyin. Kiai Nilzam Yahya menyebutkan, tradisi menghadiahkan pahala shadaqah ini, dalam masyakarat biasanya dilakukan melalui kegiatan tahlilan, baik itu di hari ke-7, ke-40, ataupun 1000 hari pasca wafatnya seseorang. Masyarakat biasanya menggelar kegiatan ini secara berjamaah, dengan membaca rangkaian bacaan tahlil dan dilanjutkan dengan membagi jamuan shadaqah dari keluarga, yang diniatkan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang sudah meninggal.
Ibnu Taimiyah juga menegaskan bahwa pahala shadaqah itu sampai kepada mayit, pendapat ini dinukil oleh KH Ali Maksum dalam kitabnya, “Mayit dapat mengambil manfaat dari pahala bacaan ayat Al-Qur`an orang lain, yang dihadiahkan kepadanya, sebagaimana ia juga dapat mengambil manfaat dari pahala ibadah amaliyah seperti shadaqah dan sejenisnya.” Maka, secara jelas pendapat Ibnu Taimiyah juga selaras dengan kebolehan atas tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Bahkan pendapat ini juga dapat dijadikan dasar untuk merespons persoalan lain, terkait tudingan menghadiahkan bacaan Al-Qur’an yang tidak sampai kepada mayit.
KH Ali Maksum juga menyebutkan pendapat dari Ibnu al Qayyim, yang diambil dari kitab Ar-Ruh, yang berarti, “Sebaik-baik pahala yang dihadiahkan kepada mayit adalah pahala shadaqah, istighfar, mendoakan kebaikan untuk mayit, dan ibadah haji atas namanya”. Kiai Nilzam Yahya menambahkan bahwa jamuan shadaqah yang diberikan kepada masyarakat, biasanya termuat dalam tradisi tahlilan, merupakan bentuk shadaqah untuk mayit, bukan sebagai bayaran pada masyarakat yang datang. Ulama syafi’iyah juga telah bersepakat, bahwa menghadiahkan pahala shadaqah untuk mayit itu diperbolehkan, dan pahalanya sampai kepada yang diniatkan. Wallahua’lam
Dinukil dari Pengajian Ramadhan KH Nilzam Yahya | Kitab Hujjah Ahlussunah Wal Jama’ah | 27 Maret 2023
Pewarta: Lubab Rofiul | Editor: Adam | Foto: Galih Aditama