KRAPYAK.org – Di penghujung bulan Rajab, bulan yang Allah muliakan dan bulan yang dianjurkan kepada setiap manusia, setiap hamba Allah, untuk senantiasa memperbanyak berbuat kebaikan dan meningkatkan amal ibadah. Bulan yang menjadi salah satu dari 4 bulan mulia, asyharul hurum, yang Allah menyatakan dengan sendiri sebagai bulannya Allah Ta’ala. Seperti yang disabdakan oleh Nabi SAW:
رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر امتي
Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku (Nabi Muhammad SAW), dan Ramadhan adalah bulannya Ummatku.
Keutamaan bulan Rajab juga disebutkan dalam Riwayat lain,
فضل رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الكلام، وفضل شعبان على سائر الشهور كفضلي على سائر الأنبياء، و فضل رمضان على سائر الشهور كفضل الله على سائر خلقه أجمعين.
Keutamaan bulan Rajab atas seluruh bulan seperti keutamaan Al-Qur’an terhadap semua kalam. Keutamaan bulan Sya’ban atas seluruh bulan seperti keutamaanku terhadap seluruh nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan atas seluruh bulan seperti keutamaan Allah terhadap seluruh makhluk ciptaan-Nya, seluruhnya.
Sebagai kaum muslimin, sudah selayaknya berbondong-bondong menjadikan bulan Rajab ini sebagai waktu terbaik untuk melakukan dan meningkatkan kebaikan-kebaikan dan amal-amal yang disunnahkan dikerjakan di bulan yang mulia ini, sebagai wujud ketaatan seorang hamba dan penghormatan terhadap bulan yang Allah sendiri memuliakannya.
Menjadi umat dari Rasul terbaik, Muhammad SAW, yang karena beliau kita menjadi umat terbaik dengan syari’at Islam yang sempurna, yang melengkapi syari’at-syari’at Nabi dan umat-umat sebelumnya. Dengan ajaran Islam yang lengkap ini, yang didasarkan pada landasan akidah, syari’ah dan akhlakul karimah, budi pekerti yang mulia. Nabi Muhammad SAW, dalam segala sisi kehidupan-Nya tercerminkan segala ajaran mulia tersebut.
Kemuliaan Nabi Muhammad SAW menjadi lengkap tatkala dititahkan oleh Allah SWT untuk sowan menghadap Allah dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Momentum yang terjadi sekitar 18 bulan sebelum beliau dan para Sahabat hijrah ke Yastrib, kota yang kemudian bernama al-Madinah al-Munawwarah.
Nabi diperjalankan dalam momen Isra’, yakni perjalanan Nabi SAW dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, Palestina. Kemudian di-Mi’raj-kan, yakni perjalanan suci menghadap Allah dari Masjidil Aqsha menuju langit pertama dan seterusnya, hingga Sidratul Muntaha.
Peristiwa ini terjadi di saat Nabi sedang berada dalam situasi perjuangan dakwah yang sangat berat. Dan tahun tersebut dikenal sebagai tahun kesedihan, am hazn, yang mana dua penyokong utama dalam berdakwah sekaligus orang-orang terkasih Nabi, sayyidah Khadijah dan paman beliau, Abu Thalib, wafat.
Kemudian, Allah SWT meneguhkan hati sekaligus memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dengan memperlihatkan keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran-Nya, serta sowan menghadap langsung kepada-Nya dan menerima syariat, yakni kewajiban ibadah Shalat 5 waktu kepada umat beliau, kaum muslimin.
Setelah peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dimana saat nabi mengisahkan dan menyampaikan kewajiban syariat Shalat 5 waktu kepada kaum muslimin, maka hal tersebut menjadi ujian keimanan untuk para Sahabat. Apakah akan mengimani dan manaati peristiwa yang sekaligus titah Allah dan Rasul-Nya tersebut, ataukah berbalik mengingkarinya.
Maka, jika direnungkan, peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang agung nan bersejarah dan selalu diperingati oleh kaum Muslimin setiap tahunnya adalah bukan sekadar pengingat seremonial saja, bahwa peristiwa ini sangat bersejarah, penting, dan pernah ada. Melainkan harus diyakini kebenarannya. Lebih dari itu, sebuah keharusan bagi kaum Muslimin untuk menjadikan momen Isra’ dan Mi’raj sebagai pengingat betapa dahsyatnya perjuangan Nabi SAW dalam mendakwahkan Islam ke tengah-tengah masyarakat Mekkah waktu itu. Betapa berat setiap cobaan-cobaan yang dihadapi beliau dan para sahabatnya, betapa besar kasih sayang Rasulullah kepada umatnya melalui kewajiban Sholat 5 waktu.
Shalat, adalah ibadah yang dititahkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai anugerah terbesar kepada kita sebagai umat beliau. Sudah seyogyanyalah sebagai kaum Muslimin untuk mensyukuri anugerah tersebut dengan cara terus melaksanakan Shalat dengan sebaik-baiknya, dengan memenuhi syarat dan rukun serta tuntunan-tuntunan lainnya sebagaimana yang telah diajarkan.
Tak lupa, di saat yang sama, juga senantiasa mengupayakan dan menghadirkan gerak hati yang khusyuk dan penuh keikhlasan dalam menjalankannya. Sehingga, saat shalat, benar-benar menjadi saat-saat munajat kepada Allah Ta’ala.
Pewarta: Adam Nursyifa | Foto: Galih Aditama