Pondok Pesantren Krapyak menggelar Diskusi Kebudayaan pada Sabtu, 15 Oktober 2022 dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional 2022. Mengangkat tema “Indonesia, Budaya, dan Pesantren: Refleksi untuk Membangun Peradaban Bangsa,” acara ini diselenggarakan di Aula Komplek H, Yayasan Ali Maksum.
Dalam sambutannya, H. Widyawan selaku Pengasuh PP. Krapyak menyampaikan bahwa Yayasan Ali Maksum memiliki lembaga pendidikan MTs, MA, dan Ma’had Aly serta komplek-komplek mahasiswa. Mahasiswa yang bermukim di PP. Krapyak berkuliah di jurusan yang beragam sehingga tema diskusi kali ini tepat karena permasalahan budaya dan bangsa adalah keprihatinan bersama.
Acara diskusi kebudayaan ini dipandu oleh Nahika Billah Rabba, pengurus Pondok Pesantren Krapyak. Penyampaian materi sesi pertama diisi oleh Dr. Najmu Tsaqib Akhda, peneliti di bidang Komunikasi Pembangunan.
Dr. Akhda menceritakan pengalamannya melakukan kegiatan pendampingan masyarakat di sekitar DIY dan Solo Raya. Selama kegiatan tersebut, beliau menemukan fakta bahwa masyarakat sangat membutuhkan kehadiran pesantren dalam bidang apapun, tidak hanya bidang keagamaan. Selain butuh untuk mengembangkan kegiatan pengajian di desa, masyarakat setempat juga butuh untuk didampingi dalam pembangunan dan pengembangan desanya secara keseluruhan.
“Kenapa mereka larinya ke pesantren? Karena pesantren punya trust, bahasa kampusnya modal sosial,” jelas Dr. Akhda.
Dari desa-desa tersebut, banyak yang belum memiliki warga asli desa yang belajar di pesantren. Ini merupakan kesempatan sekaligus tantangan bagi alumni pesantren untuk berkiprah di masyarakat. Pesantren sudah memiliki modal sosial dan sumber daya yang mumpuni karena mahasantri berasal dari beragam latar belakang pendidikan.
Hal lain yang patut digarisbawahi, pembangunan tidak boleh hanya fokus di pembangunan fisik saja.
Materi kedua disampaikan oleh Irfan Afifi, Founder Langgar.co. Irfan Afifi menyampaikan bahwa Walisongo menyebarkan Islam di Tanah Jawa bukan dengan cara “hitam putih” syariat, melainkan dengan ma’ruf, yaitu kebaikan yang sudah dioleh. Jika ingin berbuat ma’ruf, kita harus menerjemahkan nilai-nilai yang benar menurut Islam ke dalam cara yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Para Walisongo memiliki kearifan setelah mendalami Islam secara bertahap, mulai dari syariat, thoriqoh, hikmah, hingga ma’rifat. Oleh karena dakwah Walisongo yang menggunakan budaya tersebut, hasil islamisasi di Indonesia berbeda dengan negara lain. Selain itu, melalui pendekatan ini, masyarakat juga memiliki teladan yang hadir di tengah-tengah mereka sehingga orang tidak lagi perlu bertanya “Mana dalilnya?” karena sudah ada sosok living sunnah.
Melalui diskusi ini, diharapkan para santri, khususnya di lingkungan Pondok Pesantren Krapyak, dapat terpantik semangatnya untuk berkiprah di masyarakat, baik dengan syiar melalui budaya seperti Walisongo maupun menjawab kebutuhan masyarakat akan pesantren dan alumninya.
Pewarta : Yasmeen Mumtaz
Editor : Meyrez DS
Fotografer : Galih A