Kenangan Gus Ghofur Pada Generasi Mbah Ali Maksum Yang Belum Tersentuh Oleh Media Sosial Namun Saling Memiliki Ikatan Yang Kuat

Dalam Acara peringatan Haul KH. Ali Maksum yang ke 32, rangkaian Malam Puncak bertepatan pada hari selasa, 23 Desember 2020. Serangkaian acara telah dilaksanakan secara virtual melalui via YouTube Krapyak Tv dan via zoom yang diselenggarakan oleh Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Kyapyak Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun beberapa rangkaian acara telah dilalui, yakni mulai dari pembukaan yang dimulai pukul 19.30, dilanjutkan pembacaan ayat suci Al-Quran dan sambutan-sambutan.

Dalam puncak peringatan Haul yang ke 32 ini, Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, M.A atau yang akrab disapa Gus Ghofur bagi kalangan santri dan keluarga Krapyak, turut mengisi acara sebagai pembawa mauidhoh hasanah yang pertama. Beliau membuka ceramah dengan kembali mengingat sejarah mengenai generasi Mbah Ali Maksum yang mana masih belum tersentuh oleh sosial media namun saling memiliki ikatan batin yang kuat.

“ Ibu saya dulu mondok di Pacitan. Nah, ketika simbah Mun sowan dengan Ibuk, kebetulan saya diajak, waktu itu saya tidak dipersilahkan tidur di kamar tamu, melainkan tidur di Gardu. Mengapa demikian? Hal itu dilakukan untuk menanamkan jiwa riyadhoh sebagai seorang santri”, Jelas Gus Ghofur.

Ceramah Gus Ghofur dilanjutkan dengan cerita-cerita para Ulama dan seputar keluarga Mbah Ali Maksum dengan mengambil ibarah pada setiap kejadian yang telah usai. Beliau menyebutkan bahwa setelah mondok di Tremas, Ibunda meneruskan nyantri di Kediri, yang mana juga menjadi sanad guru dari Mbah Maimoen Zubair.

Gus Ghofur juga meneyebutkan mengenai hubungan erat ulama di Indonesia mulai dari KH. Ali Maksum, Hasyim Asy’ari, Mbah Faqih, Mbah Mun, yang sempat menjabat sebagai Ra’is Am PBNU. Cerita-cerita tersebut terkorelasi hingga hubungan kekeluargaan antara Krapyak dengan Sarang. “Saya itu tidak berani ngomong ngoko sama istri saya sampai sekarang, karena ya sudah menjadi tradisi. Memang pekewoh kalau santri nikah sama anak kyainya”, Ujar Gus Ghofur. Beliau juga menjelaskan bahwa, hubungan antara guru dan murid, yakni Mbah Maimoen dengan KH. Ali Maksum itulah yang membuat beliau selalu memiliki rasa takdzim pada keluarga Krapyak.

Pada tausiyahnya, beliau juga menjelaskan mengenai histori Syekh mahfudz at-turmusi Mekah yang merupakan guru dari KH. Ahmad Dahlan pendiri Ormas Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asy’ari selaku pendiri Ormas Nahdlatul Ulama. “Sebenarnya kalau dilacak muhammadiyah dan NU itu satu frekuensi, hanya saja kalau dinamikanya dalam masyarakat terpisah itu karena perbedaan situasi dan kondisi”, Jelas Gus Ghofur.

Beliau juga menjelaskan tentang hubungan Kyai Idris-Solo yang akrab dengan Simbah Munawwir. Kyai Idris merupakan Ra’is dari Thariqah Syadiliyah. “Sebenarnya kerajaan-kerajaan itu turut andil dalam mengembangkan potensi pesantren, misalnya Kyai Zamakhsyari jalur dari KH. Hasan Besari dari ponorogo-yang didatangkan Pakubuwono (PB) IX untuk mengembangkan agama di Yogyakarta”. Beliau juga menceritakan mengenai santri krapyak yang menetap di Bali. Beliau berpesan agar jaringan pesantren yang sudah tersebar bisa digunakan dengan sebaik-baiknya serta bisa menjadi jembatan pengembangan dan perluasan ajaran Islam serta pelestarian budaya pesantren.

 

(Ayu Maun Nadhifah)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *