KRAPYAK.org – Dalam dunia yang serba cepat ini, semakin menyelami dunia – tantangan sosial yang kita hadapi akan semakin rumit. Bertemu dengan beragam sikap dan pola lingkungan akan menjadi tantangan. Tembok pertahanan pun akan runtuh jika tidak dapat membentengi diri dengan baik. Karena terkadang, kita tidak sadar sedang dihadapkan pada pilihan antara menjadi katut atau tetap konsisten dalam melanjutkan perjalanan. Kedua, sikap ini—katut dan konsisten—memiliki dampak yang berbeda dalam perjalanan kita. Lantas, manakah yang memiliki efek buruk bagi perjalanan kita?
Dalam melakukan perjalanan, kita seringkali kehilangan arah, kemudian menjadi katut dengan apa yang ada di depan kita. Penyebab terbesar dari tindakan ini adalah buruknya pertemanan. Ketika kita dihadapkan dengan situasi baru, suasana baru, maka tanpa sadar kita tidak berhati-hati dalam memilih pertemanan. Semuanya berawal dari pernyataan alibi, “Ini cuman sebentar”, “Tenang, ini buat kepentingan kerjaan doang”, “Aman aku bisa jaga diri”. Niat hati memang merasa siap dan aman untuk berada di lingkungan tersebut, namun siapa sangka, ketika mental dan iman kita tidak kuat, maka hal terburuknya kita akan katut dengan lingkungan kita. Hal ini dapat ditandai dengan kita berani memberikan berbagai alasan untuk menaklukannya atau membenarkan sesuatu yang jelas salah.
Melalui kitab جوامع الكلم, Ibu Nyai Maya Fitria menceritakan adanya sebuah penelitian yang dilakukan dengan menyiapkan lima orang sebagai peneliti dan satu orang sebagai objek yang diteliti. Penelitian ini berjalan dengan mengerjakan soal tes IQ berstandar sekolah dasar. Artinya soal yang mereka kerjakan adalah soal mudah. Lima orang sebagai peneliti disiapkan untuk menjawab dengan jawaban berbeda-beda yang sengaja disalahkan. Pada percobaan pertama objek penelitian masih menjawab dengan yakin dan benar. Masuk pada percobaan kedua, objek penelitian mulai kebingungan mengapa orang lain tidak menjawab dengan tepat, apakah jawaban ia yang tidak tepat? Setelah percobaan kesekian, akhirnya objek penelitian memutuskan untuk menyamakan jawabannya dengan yang lain bahkan tanpa berpikir terlebih dahulu. Penelitian ini membuktikan bahwa sulit untuk tetap konsisten pada pendirian kita ketika kita berada di suatu lingkungan yang bertolak belakang dengan kita, lambat laun kita akan mengikuti arah mereka.
Bukan hanya dalam keilmuan umum saja, Islam juga membahas dan mengingatkan mengenai persoalan sosial seperti ini. Dalam perspektif Islam, ketidakkonsistenan kita dalam menempuh jalan kehidupan itu sama dengan keimanan yang melemah. Semakin kita gampang terbawa oleh sesuatu (terlebih sesuatu yang buruk), semakin lemah keimanan kita. Keimanan manusia memang tidak selalu dalam kondisi stabil, jika ingin stabil maka kita harus selasa berada dalam kondisi dan lingkungan yang baik. Perlu diingat bahwa yang paling gampang diterima oleh gusti Allah bukanlah yang memiliki sikap konsisten dengan duniawi saja, tetapi konsisten menjaga akhlak dan shadaqahnya.
Pewarta: Aufadhiya (XII Bahasa B) | Dikutip dari Pengajian Ramadhan 1446 H Ibu Nyai Maya Fitria Kitab Jawami’ul Kalim