KRAPYAK.org – Dalam tatanan ruang kehidupan yang begitu beragam, sering kali terjadi hal – hal yang di luar kendali. Beragam tantangan yang datang pun kian seakan menjadi belenggu manusia dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Pada dasarnya, hidup memang penuh dengan tantangan, dan terkadang yang dihadapi pun begitu kompleks. Alih-alih melahirkan rasa empati dan kebaikan, namun rasa apatis, acuh tak acuh justru yang didapat.
Setiap manusia dituntut untuk meningkatkan kualitas perilaku dalam bersikap dengan tulus atau dengan kata lain segala perbuatannya itu didasari dengan keikhlasan. Semata-mata mencari ridha ilahi. Manusia yang berhati ikhlas, bagaikan matahari-matahari dunia yang cahaya spiritualitasnya menebarkan kehangatan cinta, kesegaran, kegairahan, sekaligus mencerahkan dan menyuburkan bumi manusia. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi:
طو بى للمخلصين الذين اذا حضروا لم يعرفوا, واذا غا بوا لم يفتقدوا اولئك مصابيح الهدى تنجلى بهم كل فتنة ظلماء
Artinya, “Aduhai betapa bahagia mereka yang berhati ikhlas: mereka yang ketika hadir tak dikenal. Manakala pergi mereka dicari ke sana kemari. Mereka itulah obor–obor yang menerangi jalan. Melalui mereka, tampak terang benderang segala fitnah orang–orang dzolim.”
Dari hadits tersebut, dapat kita maknai bahwa ketika seseorang melakukan satu amalan hanya karena Allah semata, seharusnya tak ada satu pun motivasi lain yang mencampurinya. Tak ada harapan untuk mendapatkan sebuah balasan atas kebaikan yang dilakukannya, serta tak ada keinginan enaknya hidup di dunia. Dari definisi itu, tampaknya menjadi seorang yang ikhlas adalah satu hal yang sulit. Tidak banyak orang yang mampu melakukannya. Seperti halnya hikayat yang ada dalam kitab Adabuddunya Waddin:
وامتدح رجل الزهري فأعطاه قميصه فقال له رجل اتعطي على كلا م الشيطان فقال : من ابتغى الخير التقى الشر
Yang artinya kurang lebih demikian, “ada seorang lelaki yang memuji imam Az-zuhri kemudian beliau memberinya sebuah jubah (gamis). Kemudian lelaki tersebut berkata, “apakah engkau memberiku jubah (gamis) ini karena kata-kata setan?“, lantas Imam Az-Zuhri berkata lagi, “barang siapa yang menginginkan kebaikan, harus menjaga dirinya dari keburukan.”
Dari redaksi tersebut, bisa kita ambil ibroh-nya bahwa dalam beramal atau berbuat sesuatu seperti halnya memuji seseorang janganlah berharap sesuatu atas apa yang ia perbuat. Dawuhnya imam Az-Zuhri seakan mengajarkan akan pentingnya arti dari sebuah ketulusan. Betapa beruntungnya manusia yang diberi anugerah keikhlasan dalam beramal, bekerja, dan beribadah, karena dicintai oleh Sang Maha Kasih Allah SWT, pasti meraih kemanfaatan dan kebahagiaan. Itulah sebabnya kenapa bekerja dan beribadah harus dilandasi dengan ikhlas, ada yang mengatakan bahwa ikhlas adalah ruhnya amal, jika amal tanpa ikhlas, seperti halnya jasad tanpa ruh, dalam bahasa lain beramal perlu adanya ketulusan dan keikhlasan. Orang jawa menyebutnya, sepi ing pamrih rame ing gawe (sepi dalam pamrih ramai dalam bekerja).
Dinukil dari pengajian Ramadhan KH Afif Muhammad | Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Diin | 29 Maret 2023
Pewarta: Faizal Basri | Editor: Adam Nursyifa | Foto: Galih Aditama