KRAPYAK.org – Pada hakikatnya, untuk menjadi seorang yang berpengaruh memang sangatlah sulit. Namun, menghindari menjadi yang terpengaruh rasanya akan jauh lebih sulit. Apalagi menghindari agar tidak terpengaruh oleh hal-hal buruk. Contohnya pada dunia maya, saat ini banyak informasi, keterangan, dan influencer yang berbicara dengan menarik. Sehingga kita akan mudah sekali terbawa arus dengan apa yang mereka bicarakan. Bahayanya, siapa yang akan menduga jika semua itu adalah sebuah sihir? Maka setidaknya, jika kita belum bisa menjadi seorang yang berpengaruh, kita harus berhati-hati dalam melihat sesuatu yang dikemas dengan menarik, pilihlah dengan seksama, dan mainkan logika kita dengan apa yang kita lihat.
Melalui contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kita tidak menjadi orang yang berpengaruh, maka akan mungkin sekali bagi kita untuk menjadi orang yang gampang terpengaruhi. Dalam hal ini, jelas sekali jika dalam mencapai kedudukan menjadi orang yang berpengaruh tentu merupakan kedudukan yang satu langkah lebih maju daripada orang yang gampang dipengaruhi. Namun, sejauh mana diri kita pantas untuk disebut sebagai orang yang berpengaruh bagi lingkungan sekitar kita? dan bagaimana kita dapat menjadi orang yang memberikan pengaruh baik bagi mereka?
Dalam pengajian kitab جوامع الكلم, Ibu Nyai Hj Maya Fitria menjelaskan bahwa banyak proses yang dilewati untuk mencapai tingkat seorang pengaruh. Di awal prosesnya, seorang pengaruh harus memiliki pribadi yang baik, atau dalam Islam disebut dengan sholih. Dengan menjadi pribadi yang baik, tentu kita akan disukai banyak orang. Mereka akan menganggap kita menyenangkan dan memberikan manfaat bagi mereka (walau mungkin sifatnya sementara).
Naik menuju proses berikutnya, beliau menyampaikan bahwa tidak cukup dengan pribadi baik untuk menjadi seorang pengaruh. Dengan kata lain tidak hanya sholih, kita juga perlu menaikkan tingkatan diri kita menjadi seorang muslih. Sifat muslih berarti tidak hanya menjadi baik, tapi juga mengajak untuk kebaikan. Namun pada umumnya, saat sampai dalam fase ini, orang sholih yang muslih tidak lagi disukai oleh banyak orang di sekitarnya. Seperti halnya Nabi Muhammad ketika belum menjadi seorang rasul. Dirinya disukai oleh masyarakat Makkah karena pribadinya yang baik, tetapi setelah diangkat menjadi rasul, dengan tuntutan untuk menebarkan kebaikan dan mengajak masyarakat untuk menjadi kaumnya, munculah benih-benih ketidaksukaannya karena mereka tidak suka dengan ajakan yang ditawarkan oleh Nabi Muhammad.
Dari kisah Nabi Muhammad, kita belajar bahwa seseorang disebut sebagai pengaruh ketika dirinya dapat membawa perubahan kebaikan dan mampu menangani masyarakat. Ini sebabnya seorang pengaruh berhak diberi apresiasi karena berhasil melewati proses yang tidak mudah. Ketika kita belum berhasil menjadi orang yang berpengaruh, maka jadilah pribadi yang baik. Pribadi yang tidak mudah dipengaruhi buruk oleh lingkungan sekitar kita.
Pewarta: Aufadhiya (XII Bahasa B) | Dikutip dari Pengajian Ramadhan 1446 H Ibu Nyai Maya Fitria 1 Maret 2025 Kitab Jawami’ul Kalim