KRAPYAK.org – “Bulan Penuh Keberkahan”, itulah istilah yang seringkali terdengar tatkala tibanya Ramadan, bulan yang disanjung dalam Al-Qur’an. Maka amat sangat disayangkan jika bulan yang sangat diagungkan hanya dilalui dengan tanpa keseriusan untuk meraih kebaikan. Selain Al-Qur’an yang menjadi pedoman utama dalam menjalani kehidupan, hadits juga penting untuk diajarkan dan diamalkan.
Pada tahun ini, dalam menyambut Ramadan 1446 H, Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum menggelar pelbagai kegiatan yang dibungkus dalam “Ngaji Ramadan” seperti yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Bermacam-macam kitab yang menjadi bahan kajian dalam ngaji ramadan kali ini, mulai dari kitab yang tebal hingga kitab yang tipis dan ringkas. Salah satunya adalah kitab “Mukhtar Hadits As-Syarif” karangan Habib Umar bin Hafidz yang dilaksanakan setiap ba’da subuh di Masjid Al-Munawwir yang diampu oleh KH Afif Muhammad.
Dalam muqaddimah, Pak Afif menjelaskan alasannya memilih kitab ini karena gaya kepenulisannya yang ringkas dan padat sehingga cocok untuk dikonsumsi segala kalangan, baik itu kalangan santri maupun kalangan masyarakat. Beliau menegaskan tentang bagaimana seharusnya hadits dipahami secara benar dan tepat sehingga dapat benar-benar diposisikan sebagai pemandu dalam kehidupan kita sehari-hari (membumikan hadits).
Sebagai contoh, hadits pertama dalam kitab ini adalah
“انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى…”
Hadits ini menjelaskan tentang bagaimana pentingnya “niat” dalam praktik berkehidupan kita. Niat menjadi fondasi atas segala perilaku kita yang menjadikannya mempunyai nilai penting yang sangat tinggi. Bahkan lebih jauh lagi, niat dapat mengubah perkara yang bernilai duniawi menjadi perkara yang bernilai ukhrawi. Begitupula sebaliknya, dengan niat, segala hal yang bernilai ukhrawi dapat berubah menjadi hal yang bernilai duniawi. Itulah kehebatan niat.
Pembahasan berikutnya ialah hadits
“ابغض الرجال الى الله الالد الخصام”
Hadits ini membahas tentang seburuk-buruknya seseorang adalah orang yang suka berdebat. Tentu kita tidak boleh memahami hadits hanya secara ‘leterlek’ (harfiah) saja, namun kita harus menggali pemahaman yang lebih mendalam terhadap hadits tersebut. Bahwa apa yang dimaksud “berdebat” di sini adalah perdebatan seseorang yang mengandalkan egonya (keras kepala) saja tanpa disertai pemahaman yang baik sehingga perdebatan yang terjadi adalah perdebatan kusir (menang-menangan saja). Bukan perdebatan yang memang ingin mencari suatu kebenaran yang hakiki.
Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana cara memahami hadits dengan benar dan tidak kaku sehingga kita tidak menjadi gagal paham atau mendapatkan pemahaman yang kurang tepat terhadap sebuah hadits. Kita bisa mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam hadits dalam kehidupan bermasyarakat kita sehari-hari.
Pewarta: Amir Mahmud | Dikutip dari Pengajian Ramadhan KH Afif Muhammad Kitab Mukhtar Hadits As-Syarif