KH Najib Bukhori: Mashlahah dan Mafsadah, Dua Hal yang Bersifat Abu-Abu

KRAPYAK.org – Amanatnya halaqoh fikih memang membicarakan peradaban di dalam perkembangan kajian syariat Islam. Maqashid syariah adalah tercapainya kemashlahatan. Bertentangan dengan masyarakat yang banyak menilai bahwa tujuan utama hidup adalah kesejahteraan di akhirat.

Mashlahah bukanlah sebuah hal yang murni. Sebelum mashlahah muncul pasti ada yang namanya mafsadah. Begitu pula dengan mafsadah. Seperti contoh ayat yang membicarakan khamr. Di dalamnya disebutkan tentang dosa yang dihasilkan dalam menggunakan khamr namun ada sisi kemanfaatannya.

Dlawabitul mashlahah merupakan hal yang abu-abu dan memang mendatangkan manfaat bagi masyarakat, namun tidak menutup kemungkinan akan adanya perbedaan pendapat. Seperti contoh ketika ada seseorang yang sudah berjasa kemudian diberi imbalan berupa upah. Bagi sebagian orang berpendapat jasa tersebut tidak perlu diberi imbalan berupa uang, karena pada dasarnya ia hanya mengharapkan pahala dari Allah swt. Namun di sisi lain ia membutuhkan upah tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian timbul pertanyaan, manakah yang sebenarnya mashlahah?

Apakah mungkin sebuah kemashlahatan mampu dikurangi mafsadahnya? Pada dasarnya semua hal yang mengakibatkan sebuah mafsadah pasti akan segera dihilangkan dengan cara mengentaskan penyebab masalahnya. Namun harus dipertanyakan ulang mana yang sebenarnya mashlahah? Maka dengan ini harus mengandalkan pemikiran kritis dan sensitivitas. Karena, pada akhirnya mashlahah dan mafsadah tidak bisa berakhir dengan satu keputusan yang bersifatmutlak’.

Banyak disebutkan juga Umar bin Khattab merupakan ikon pemimpin yang mampu membuahkan mashlahah. Oleh pemateri turut disampaikan bahwa seorang pemimpin harus merasakan menjadi umat. Bukan berarti kemudian seorang pemimpin hanya sembarang memutuskan hanya dengan mengatasnamakan dirinya sebagaipemimpin’. Dirinya mampu memikirkan matang-matang bagi umat untuk mempertimbangkan dan memutuskan perkara mashlahah dan mafsadah.

Dulunya banyak muslim yang menyatakan anti terhadap orang Eropa. Disebabkan mereka menyaksikan langsung apa agama yang mayoritas mereka anut. Pada akhirnya, dalam mempelajari agama Islam kita harus memposisikan diri bahwa agama Islam diteliti sebagai layaknya sebuah objek, bukan hanya sebagai seorang penganut agama tersebut. Maka dengan begini agama Islam mampu berkembang. Berkembang dalam artian juga berani memperhatikan sisi lain di luar konteks agama tetapi juga dari segi keilmuan secara umum.

Pada akhirnya, mashlahah dan mafsadah merupakan dua hal yang bersifat abu-abu. Satu unsur memuat unsur satunya lagi. Bagaimanapun mashlahah harus mempertimbangkan konsep kemanfaatan bagi umat dan juga demokrasi.

Pewarta: Fiki Zahwa | Foto: Galih Aditama