Ibadah dan Muhasabah Sya’ban

Oleh : H. Afif M Hasbullah

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الخطبة الأولى
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ به من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
اللهم صل على سيدنا ومولانا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا
أما بعد فيا عباد الله : أوصيني وإياكم بتقوى الله وطاعته ، لعلكم تفلحون. قال الله تعالى : أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم :
يآأيها الذين آمنوا اتقوا الله حقّ تقاته ولا تموتنّ إلا وأنتم مسلمون ( آل عمران 102)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
وقال النبي صلى الله عليه وسلم عن شعبان : ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين
“Itu adalah bulan di antara Rajab dan Ramadlan, yang orang-orang kebanyakan lalai, dan di bulan itu amal-amal kebajikan diangkat ke hadapan Allah Tuhan sekalian alam.”

Hadirin, kaum muslimin رحمكم وأثابكم الله
Dalam majlis jum’at yang mulia ini, khotib akan mengajak hadirin kaum muslimin untuk sejenak merenung di paruh kedua Bulan Sya’ban ini, sembari bersiap diri secara batiniah, dengan pemahaman dan mental dalam menyambut bulan Ramadlan.
Bulan Sya’ban – yang berada di antara Rajab dan Ramadlan – disebutkan oleh Nabi sebagai bulan saat orang kebanyakan melalaikan setelah berlomba dalam kebajikan di bulan Rojab dan mempersiapkan diri dalam kebajikan bulan agung Romadlon. Padahal ada peristiwa penting di bulan ini, yakni diangkatnya amal-amal kebajikan. Karena itulah selayaknya saat amal kita diangkat, kita merenung, selama setahunan ini kebajikan apa yang telah kita lakukan? apa yang belum? Bukan menghitung-hitung amal, namun adakah peningkatan dari tahun-tahun sebelum-sebelumnya? Amalan kebajikan yang macam-macam ini manakah yang lebih dapat mengangkat derajat kita di hadapan Allah, menjadi lebih dekat kepadaNya?

Hadirin Kaum Muslimin
Kebaikan dalam Syari’at Islam diukur dari bagaimana sikap dan laku seseorang dalam berbagai keadaan, baik berbentuk peribadatan sakramental (ibadah mahdlah), ritual dan bersifat vertikal, seperti berdoa, sholat, dan seterusnya, maupun ibadah yang non sakramental (ibadah ghoir mahdlah), yang horisontal dan berdimensi sosial seperti dalam belajar, bekerja, bertetangga, bermasyarakat dan sebagainya, yang kesemuanya tentu dengan cara yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan diridloi oleh Allah SWT.
Islam dalam Syariatnya mengajarkan beberapa instrumen yang menentukan skala prioritas ibadah.
Para ulama menyatakan dalam Qawaid :
● Ibadah wajib diutamakan dari pada yang sunnat, karena umumnya kebaikan dan kemaslahatan dalam ibadah wajib lebih banyak dari yang sunnat. (Zakat lebih baik dari sedekah biasa, dst)
● Ibadah yang harus dilakukan pada saatnya dan bersifat sempit waktunya didahulukan dari pada ibadah yang waktunya lebih leluasa.
● Ibadah ada’ lebih utama daripada qadla’.
● Semakin tinggi derajat dan kualitas Ibadah, semakin besar pahalanya.
● Derajat dan kualitas ibadah juga ditentukan seberapa langgeng amal tersebut dilakukan. Semakin kontinyu dan istiqomah suatu amalan, tentu akan lebih berkualitas.
● Pahala ibadah diukur dari seberapa besar dan meluas resiko, dan tingkat keberatannya untuk dilakukan (Ini bukan artinya mempersulit ibadah lebih besar pahalanya atau memilih yang berat dan sulit dalam beribadah lebih berpahala, karena prinsip Islam mengajarkan untuk mempermudah perkara yang sulit).
● Ibadah yang bersifat muta’addiyah (yang bermanfaat bagi umum dan berdimensi sosial dan luas) lebih besar pahalanya daripada ibadah lazimah (yang hanya berguna untuk dirinya sendiri).
● Pahala dan diterimanya ibadah ditentukan pula dengan sikap pelakunya untuk tidak meruntuhkan amal ibadahnya sendiri dengan riya’, ujub, menyebut-nyebut dan menimbang-nimbang ibadahnya yang banyak. Inilah sebagian dari bagaimana Syariah Islam yang mengajarkan kaedah dan prioritas ibadah.

Dalam kaitan ini maka Syariat memberi apresiasi lebih kepada bentuk-bentuk urusan yang menyangkut kepentingan umum, seperti penyelenggaraan kekuasaan, memotivasi para penguasanya dan mengancam pelaku kesewenang-wenangan, mewajibkan rakyat untuk taat dan seterusnya. Demikian pula bagaimana Islam mengajak untuk memperhatikan kaum muslimin untuk selalu berada dalam jamaah atau kelompok terbesar, karena urusannya menyangkut mayoritas kaum muslimin dan mencerca sikap menyendiri dan eksklusif. Demikian pula urusan bermasyarakat, berkeluarga, dll. Namun di pihak lain, Islam tidak pula mengabaikan kebaikan urusan pribadi. Islam dalam ajaran Akhlaq dan Tasawuf membimbing pribadi-pribadi muslim berperilaku yang baik, karena -dalam spektrum yang lebih luas-, apabila pribadi-pribadi yang berakhlaq mulia ini mampu seiya sekata dan bekerja sama, tentu akan mewujudkan masyarakat yang maslahat idaman Syariat.

Hadirin Kaum muslimin rahimakumullah
Bulan Ramadlan yang sebentar lagi datang adalah bulan amal dan pembinaan mental spiritual pribadi-pribadi muslim, karena itu mari kita jadikan hari-hari ini untuk berdzikir, bermuhasabah, untuk membina diri masing-masing dengan lelaku positif dan akhirnya menjadi insan-insan yang mampu mewujudkan masyarakat Islam yang ramah dan kasih sayang bagi seluruh alam.
هذا وأستغفر الله لي ولكم إنه هو الغفور الرحيم.
الخطبة الثانية

*) Dikhutbahkan di Masjid Al Hidayah Karangsuci Purwokerto, Sya’ban 1431.