Wejangan Manten

“Ananda kedua mempelai yang tersayang.
Hari ini adalah hari yang berbahagia bagi ananda berdua, karena cinta kasih yang murni telah berpadu di dalam hatimu berdua. Telah diresmikan perpaduan itu di dalam jalinan perkawinan yang sudah lama anda idam-idamkan.
Perkawinan itu memang suatu acara ibadah Islam yang amat menggembirakan khususnya bagi mempelai berdua dan umumnya bagi keluarga serta handai taulan terdekat bagi yang bersangkutan.

Di sini kita mengayubagyo terhadap mempelai, berharap semoga keluarga baru itu sukses, selalu bersyukur atas terselenggarakannya pernikahan dan berpikir panjang tentang langkah-langkah kehidupan baru tersebut. Jadi disinilah berkumpul hal-hal yang menyenangkan dan hal-hal yang melelahkan otak. Karena itu, seorang bijaksana bilang :
“ Perkawinan adalah salah satu bentuk lotere.”
Mengingat itu semua, maka akad nikah selalu ditutup dengan do’a, semoga awal yang berbahagia ini akan berakhir dengan bahagia dan berjalan dengan penuh bahagia juga. Aamien!

Selain berfungsi biologis, nikah juga berfungsi sosial. Nikah itu benar-benar merupakan awal hidup baru, situasi baru, pandangan baru, dan orientasi baru. Situasi kehidupannya menjadi terasa lebih mantap, mapan , tidak canggung, dan jelas arah hidupnya, di samping berbagai harapan baru bermunculan, juga berdatangan berbagai kesulitan yang bertubi-tubi, bahkan yang semula tak terlintas sama sekali.

Oleh karena itulah Allah menjamin bahwa dengan nikah itu akan timbul ketenangan yang hal ini menjadi kunci segala kesulitan. Tinggal kita sendiri dapat atau tidakkah menggapai hikmah yang besar itu? Dalam hal ini Allah berfirman :
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran Allah yaitu Beliau menciptakan untuk kalian pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu tenteram bersamanya, dan dijadikan rasa kasih dan sayang diantara kamu.”
Inilah salah satu hikmah terbesar dalam nikah tersebut.

Berdasar itu semua, agama menganjurkan agar pernikahan itu menjadi ibadah hendaknya diniyati mengikuti Sunnah Rasul. Berarti bukan sekedar dorongan biologis dan nafsu birahi.
Dengan niat suci tersebut dalam realisasinya dapat dikembangkan menjadi berfungsi syi’ar Islam atau pengembangan sayap kerukunan secara lebih luas dalam masyarakat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi kita sendiri, atau berfungsi sebagai pengikat keakraban yang lebih intim, sebagaimana yang dilakukan oleh Iskandar Dzulqarnain atau Alexander Maqduni. Setelah berhasil dengan penaklukan besarnya di negeri-negeri Asia, beliau mengawini puteri Raja Darius.
Pernikahan yang dilakukan atas dasar dorongan biologis, sesungguhnya kurang bermakna, karena tidak akan pernah membawa kepuasan dan dengan demikian ketenanga tidak pernah kunjung tiba, yang ada hanya kurang puas, ingin yang lain, ingin coba ini dan itu.

Dikala Siti Fatimah, puteri Nabi akan dimadu oleh suaminya Ali bin Abi Thalib, maka dengan serta merta Nabi menyatakan : “Kalau anakku Fatimah engkau madu, lebih baik ceraikan saja.” Mungkin sekali Nabi melihat bahwa kehendak Ali ini terdorong oleh nafsu birahi, ini bukan karena bermadu itu terlarang dalam Islam, tetapi perlu dilihat lebih dahulu latar belakang apa sebabnya sehingga perbuatan ini terpaksa dilakukan.

Sebagaimana tadi yang telah saya terangkan tadi bahwa :
“Perkawinan adalah suatu bentuk lotere, jadi kadang-kadang undiannya beruntung dan kadang-kadang gagal.” Kami yakin, asalkan ananda berdua rukun saling pengertian, saling menyayangi, dan saling bantu membantu, Insya Allah akan mendapatkan jalan keluar yang menggembirakan. Ambil filsafah burung merpati “Anggone rukun mesra-mesraaan” : Nek sing wedhok ngendog, sing lanang gantenan ngangkremi, ugo nek endhog wis netes metu piyik, gantenan nglolohi. Ojo pisan-pisan nyontoh filsafah pitik : Nek babone wis ngendog, jagone nggolek yang-yangan maneh. Luwih-luwih …ojo niru coro bebek, nek wis ngendog, lanange-wadone ora tanggung jawab, emoh ngangkremi.

Kedua : Dalam menatap kehidupan, pada umumnya lelaki lebih memerankan pikiran, sedang wanita lebih memerankan perasaan atau emosi, karena itu seorang lelaki biasanya mudah mengabaikan hal-hal yang kelihatan kecil dan orang wanita mudah marah dan iri hati terhadap tetangga, dalam hal ini ananda sebagai suami harus jangan membikin suasana tegang. Tapi buatlah suasana rumah tangga selalu cerah dan santai tetapi berwibawa. Imam Ghozali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin menyebut salah satu adab pergaulan suami-istri ialah : “Hendaklah suami suka mengajak kelakar dan bergurau dalam rangka meringankan tanggungan beban moral rumah tangga, karena gurauan dan rayuan itulah yang mampu menghibur hati wanita.”

Dalam hadits Nabi disebutkan :

“Adalah Rasulullah itu orang yang banyak bercanda dan bergurau dengan permaisurinya”. HR. Abu Dawud, Nasa’I, dan Ibnu Majah.

Dalam kenyataannya, Nabi pernah balapan dengan Siti Aisyah permaisurinya tersayang, terkadang Nabi menang dan terkadang Aisyah yang menang. Demikian inilah cara bergaul dengan istri, meskipun ananda tidak harus balapan lari, tapi bisa saja balapan apa-apa di dalam kamar.

Ketiga : Ananda sebagai istri harus membawa penampilan yang menarik hati kakanda. Misalnya baru pulang kerja, badan penat, dan mungkin di jalan tadi sempat melirik jin-jin wanita yang berlagak. Maka ananda harus menyambutnya dengan penuh menyenangkan dan roman muka yang berseri, juga tutur katayang mesra dan penampilan yang mempesona. Bagi lelaki dalam situasi lelah, sesungguhnya lebih memerlukan santapan rohani dari pada santapan jasmani.
Demikianlah petuah yang senada dengan hadits Nabi :
“Sebaik-baik istri kalian ialah yang jika dipandang suaminya menyenangkan, jika diperintah mematuhi dan jika suami tidak beradadi rumah, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan harta suaminya.”
Keempat : Untuk lebih memesrakan pergaulan, maka bermanja-manja itu diperkenankan dalam Islam, asal saja secara terbatas dan hanya hubungan suami istri. Nabi bersabda :
“Pilihlah yang masih gadis, engkau dapat mempermainkannya dan dia juga dapat mempermainkanmu” HR. Bukhori-Muslim.
Wah hadits ini hadits manaa tahaaan!! Ternyata hadits ini dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kaitannya dengan kebolehan bermanja-manja tersebut. Kalau kita cermati lebih jauh, maka diketahui bahwa sikap manja itu diperbolehkan sampai dalam batas saling mempermainkan.

Lebih jauh Sayyidina Umar R.A. yang keras itu menyatakan :
“Suami itu jika di rumah (pergaulannya dengan istri) seyogyanya bersikap seperti anak kecil, dan jika diperlukan orang lain baru menunjukkan kebolehannya sebagai lelaki dewasa”
Kelima : Sikap cemburu itu dianjurkan oleh Islam, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits. “Sesungguhnya aku ini pencemburu, dan barang siapa yang tidak mempunyai rasa cemburu, maka orang itu senewen!” Tapi cemburu yang berlebih-lebihan adalah dilarang oleh agama, sebab berarti buruk sangka dan tidak percaya kepada suami atau istri. Oleh karena itu Nabi bersabda dalam hadits lain :
“Sesungguhnya diantara bentuk cemburu ada yang dibenci oleh Allah, yaitu cemburunya istri atau suami dalam hal-hal yang tidak perlu dikhawatirkan” HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban.

Keenam : Akhirnya kedua-duanya supaya saling cinta-mencintai, harus menganggap tidak ada wanita yang cantik dan molek mempesona melainkan hanya istrinya seorang. Dan istri menganggap tidak ada pria yang tampan sedap dipandang mata melainkan hanya suaminya jua. Kedua-duanya sudah menutup pemilihan jodohnya. Dik …adalah pendamping yang tercinta, dan Mas … adalah suami yang bijaksana tempat penggantungan jiwa, tanpa Dik….  hidup tiada berarti, dan tanpa Mas… hayat bagaikan mati, nasi terasa segam, air terasa duri.

Hadirin sekalian! Sesungguhnya masih banyak yang akan kami sampaikan di sini, tetapi saya kira pengantinnya setelah mendengar wejangan-wejangan saya yang mana tahan ini, koq sudah senggol-senggolan. Maka terpaksa kami cukupkan sekian saja dan selanjutnya anda berdua supaya berdiskusi sendiri tentang apa yang harus dilakukan di malam hari, terutama do’a apa yang harus dibacakan kalau mau tidur, atau kalau mau apa-apa!!
Demikianlah apa yang bisa kami samapaikan kali ini, semoga bermanfaat bagi pengantinnya dan untuk kita semua “Para bekas-bekas pengantin agar dapat bernostalgia kembali”
Sekian, kurang lebihnya minta maaf.”

*) Ular-ular manten ini hasil transkrip wejangan beliau pada pernikahan salah seorang santri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *