KRAPYAK.org – Suasana haru mengiringi jalannya kegiatan mujahadah rutin sekaligus pamitan keberangkatan haji para masyayikh Pondok Pesantren Krapyak pada Senin, (10/6).
Kegiatan Mujahadah ini merupakan kegiatan kedua yang diselenggarakan oleh Pondok Krapyak di Halaman Asrama Madrasah Aliyah kampus selatan, yang diniatkan sebagai momen silaturahim antara pengasuh pondok, civitas pondok, pembimbing, santri, alumni hingga wali santri berkumpul dan memunajatkan doa bersama.
KH Zaky Muhammad membuka acara dengan pembacaan Maulid Diba’ yang diiringi oleh tim hadroh Madrasah Aliyah dan Ustadz Aminulloh sebagai vokal. Kemudian rangkaian acara dilanjutkan dengan majelis doa dan tahlil bersama.
Selanjutnya, sambutan oleh Ibu Nyai Ida Rufaida Ali, pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, menyampaikan jika beliau merasa sangat terharu dengan adanya majelis ini. Karena tidak hanya segenap hadirin yang datang merasa senang dan merasa butuh, namun juga turut dengan ikhlas mendoakan para calon jamaah haji Pondok Krapyak yang akan berangkat pada keesokan harinya, Selasa (11/6). “Dengan majelis ini, kami semua merasa seperti disanguni yang tiada tara.”
“Para santri dan hadirin semuanya dengan ikhlas mendoakan kami-kami yang mau berangkat ini luar biasa, menghaturkan banyak terima kasih dan semua doa semoga diijabah oleh Allah SWT” ucap Ibu Ida Rufaida.
Beliau juga memaparkan jika rencana melaksanakan ibadah haji kali ini merupakan sesuatu yang tidak disangka-sangka. Benar-benar sebuah anugerah yang luar biasa untuk berangkat haji atas undangan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui kerja sama dengan kerajaan Arab Saudi.
Takdir yang luar biasa tidak disangka-sangka ini dipilih oleh Allah SWT melalui KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), ketua umum PBNU, juga sebagai alumni dari Pondok Pesantren Krapyak. Beliau mondok, belajar dan ngaji di Krapyak bersama mbah Ali Maksum.
Ibu Ida Rufaida kemudian bercerita tentang sebuah riyadhoh dari ayahanda beliau, KH Ali Maksum. Kalau KH Ali Maksum hingga akhir hayatnya tidak pernah merasakan kasur dan tidak pernah sare (tidur) di kasur. Baik itu kasur busa maupun kapuk pun tidak. Setiap kali beliau sare itu dengan hambal (karpet) dan lama kelamaan hambal tersebut sudah tidak layak dan itulah yang selalu dipakai, meskipun terasa sudah sangat keras.
Mengapa KH Ali Maksum tidak mau memakai kasur, padahal secara dhohir dapat dilihat dan dinilai bersama kalau untuk membeli kasur yang tingginya satu meter pun sangat memungkinkan. Hal tersebut karena riyadhoh beliau adalah prihatin dan tidak ingin tidurnya terlalu nyenyak dan sebagainya, sehingga tidak bisa qiyamul lail.
“Yang tirakat dan riyadhah adalah simbah-simbah kita terdahulu, seperti simbah Munawwir dan simbah Ali Maksum, namun yang menikmati kenikmatannya hingga sekarang adalah kita-kita ini” ucap Ibu Ida.
“Dengan ini saya benar-benar merasa berterima kasih, merasa terharu panjenengan semua mendoakan kami yang akan berangkat haji dan semoga kita semua ini diberikan lancar dalam keberangkatan, diberi sehat, diberi hasil maqshud dan diberikan haji yang mabrur.”
Pewarta: Aufadhiya & Keisha Yasmin (XI MA) | Foto: Abdul Basheer