Gus Baha: Latar Belakang Perbedaan Qiraah Al-Quran

“Ini penting saya sampaikan. Sanad itu ditulis, tapi tidak untuk diimani,” tutur KH. Bahauddin Nur Salim atau lebih akrab disapa Gus Baha. Disampaikan dalam acara Temu Alumni IKAPPAM & Sarasehan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, yang bertemakan ‘Penguatan Tradisi Keilmuan Pesantren dan Tantangannya di Era 4.0’.

Gus Baha mengatakan bahwa sanad al-Qur’an itu perlu ditulis supaya menjadi mudawwan (terbukukan). Namun kita tidak boleh meyakini bahwa sanad tersebut merupakan satu sanad saja, melainkan sanad tersebut merupakan riwayat fardun ‘an jam’in (satu orang dari banyak orang).

Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa pengertian al-Qur’an sendiri adalah qoulun mutawattirun, yaitu firman (Allah) yang diriwayatkan secara mutawattir. Mutawattir sendiri memiliki makna perkataan yang diriwayatkan banyak orang, yang mana banyak orang tersebut mustahil berbohong. Sehingga ketika kita mempercayai bahwa sanad yang kita miliki (yang umumnya hanya ditulis satu orang saja pada tiap tingkatan), maka pengertian al-Qur’an menjadi rusak.

Dalam Ilmu Hadits, terdapat hadits mutawattir dan hadits ahad. Hadits ahad memiliki tingkatan di bawah hadits mutawattir dan sebagian ulama ushul fiqih tidak membolehkan hadits ahad dijadikan hujjah. Padahal al-Qur’an memiliki kedudukan di atas hadits, sehingga al-Qur’an perlu dijaga ke-mutawattir-annya.

Selain pentingnya sanad, Gus Baha menekankan perlunya belajar ilmu tentang qiroah sab’ah disamping menghafalkannya pula. Bacaan al-Qur’an yang beragam (namun tetap sesuai tata cara pengucapan orang Arab) itu pada mulanya disampaikan oleh Jibril dengan satu huruf saja, namun Nabi Muhammad memohon agar ditambah karena umat beliau tidak akan mampu membacanya secara seragam.

Sebagai contoh, Gus Baha menyebutkan kaidah dalam Ilmu ‘Ulumul Qur’an, wal quraisy laa yuhammiz wal tamimin yuhammiz. Bani Quraisy tidak menggunakan hamzah sedangkan bani Tamim menggunakan hamzah. Sehingga ketika seorang dari bani Tamim menghampiri Nabi kemudian berkata, “Yaa Nabi Allah,” Kanjeng Nabi tertawa dan menjawab “Anaa Quraisyiyyun, saya ini orang Quraisy.” Alih-alih mengucapkannya sebagai Nabi Allah, Bani Quraisy mengucapkannya sebagai Nabiyullah.

Perbedaan bacaan yang memunculkan qiroah sab’ah dan qiroah ‘asyrah ini tidak perlu diperdebatkan karena memperdebatkan Qur’an itu kufur. Awal perdebatan itu karena Qur’an dianalisis. Semua qiroat itu memiliki landasan ilmu dan riwayat serta bersifat ijazah, dan diperbolehkan.

Menanggapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam di Era 4.0 ini, Gus Baha mengatakan kita tidak perlu takut. “Allah itu kalau bikin masalah pasti bikin solusi,” tutur Gus Baha. Kita tidak perlu memikirkan Islam ini akan menjadi seperti apa, karena Islam pernah ditinggalkan oleh Walisongo, Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Munawwir, Mbah Ali Maksum dan lainnya namun tetap berjalan sampai sekarang.
Wallahu a’lam

(Yasmeen Mumtaz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *